Murray Bookchin – Ekologi dan Anarkisme

Murray Bookchin – Ekologi dan Anarkisme
Penerjemah: Bima Satria Putra (Pustaka Catut, 2018)
Tebal: xxix + 175 hlm
Harga: Rp 60.000,-

Sekalipun gagasan Murray Bookchin sangat revolusioner, sayang citranya tidak mendukung kesan yang sepadan. Perutnya yang buncit menunjukan bahwa ia tidak banyak melakukan aktifitas fisik. Rambutnya yang pirang, menambah kesan klise seorang kakek yang masih tinggal di kampung halaman, dimana kita –maksudnya orang-orang Eropa Barat atau Amerika- kembali setahun sekali untuk memeluknya, lalu mendengarkan kisah-kisah dongeng atau pengalaman masa kecilnya saat mendaki gunung atau berlari-lari di peternakan. Coba saja mencari Bookchin di internet, foto-foto yang muncul tidak menunjukan kesan yang militan. Tidak berorasi, tidak memanggul senjata, tidak memimpin aksi, terlalu banyak tersenyum pula. Pengalaman hidupnya tidak diwarnai aksi-aksi sabotase atau pemberontakan, menyebarkan konspirasi, upaya pengorganisiran dan agitasi, pemenjaraan dan dikejar-kejar polisi sehingga harus melanglang buana dari satu tempat ke tempat yang lain, tidak tipikal tokoh-tokoh anarkis seperti Errico Malatesta, Subcommandante Marcos, atau yang mungkin agak elit, Nestor Makhno. Sederhananya, ia tampak tidak revolusioner dan susah untuk menjadi tokoh militan anarkis populer yang dikagumi dan posternya ditempel di tembok-tembok. Continue reading “Murray Bookchin – Ekologi dan Anarkisme”

Tarian Cinta dan Revolusi Emma Goldman

Ini Bukan Revolusiku (Kumpulan Esai Anarko-Feminisme)
Emma Goldman (Penerjemah: Bima Satria Putra)
Pustaka Catut, 2017

Cinta bebas? Seolah cinta adalah sesuatu yang tidak bebas! Manusia telah membeli otak, tetapi jutaan orang di dunia telah gagal membeli cinta. Manusia telah ditundukkan oleh tubuh, tetapi semua kekuatan di bumi belum mampu menaklukkan cinta. Manusia telah menaklukkan seluruh bangsa, tetapi semua pasukannya tidak bisa menaklukkan cinta. Manusia telah dirantai dan terbelenggu semangatnya, ia menjadi benar-benar tak berdaya sebelum cinta mendatanginya. Tinggi di atas takhta dengan semua kemegahan dan kemewahannya untuk dapat memerintah, manusia tetaplah miskin dan terpencil, kecuali jika cinta melewatinya. Dan jika cinta menetap, gubuk termiskin akan bersinar dengan kehangatan, kehidupan, dan warna. Dengan demikian, cinta memiliki kekuatan sihir yang membuat seorang raja menjadi pengemis. Ya, cinta itu bebas, ia dapat tinggal tidak di dalam atmosfer lainnya. Dalam kebebasan, cinta memberikan semuanya sendiri tanpa syarat, berlimpah, dan sungguh-sungguh![1]

Continue reading “Tarian Cinta dan Revolusi Emma Goldman”